Tuesday 8 September 2009

PERLINDUNGAN ANAK ALA KAK SETO

Kak Seto dituntut oleh seorang ibu karena melakukan penculikan terhadap anaknya. Bermula dari laporan seorang bapak yang melaporkan bahwa anaknya merasa tidak nyaman tinggal bersama ibunya, dikarenakan perlakuan ibu sangat kasar terhadap anak-anaknya atau dengan kata yang sederhana bahwa telah terjadi tindak kekerasan terhadap anak. Atas dasar laporan yang disampaikan seorang bapak kepada Kak Seto, maka Kak Seto mengambil langkah secepatnya dengan menjemput anak tersebut untuk maksud mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan yang dilakukan seorang ibu.
Dari kasus “penculikan anak” oleh Kak Seto, dapat diambil suatu hikmah yang sangat berharga menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih perduli dan ada kesadaran nasional dari semua pihak serta keinginan politik (political will) dari pemerintah bahwa permasalahan anak bukan permasalahan yang sederhana dan diperlukan suatu penanganan yang serius.


Obyek,bukan subyek

Anak yang dilahirkan dari rahim seorang ibu adalah titipan dari Sang Mulia kepada umat manusia untuk dibesarkan, dibimbing, dan dibina menjadi manusia yang berguna bagi umatnya. Dan anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Dalam perspektif negara, bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Pernyataan ini tidak dapat terbantahkan dan merupakan landasan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ironinya justru idiom ini hanya dipakai sebagai kalimat mutiara bagi pejabat pemerintah maupun orang yang menganggap perduli terhadap anak, tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya untuk menjaring dana baik dari pemerintah maupun bantuan sosial dari negara lain. Uang mengalir maka kegiatan dapat terlaksana dengan berbagai program keperdulian anak, dan kantong-kantong pribadi dapat menampung pundi-pundi uang. Program disusun dimodifikasi sedemikian rupa dengan berbagai teori dan konsep yang membuat masyarakat terkagum-kagum.

Kak Seto yang mengendarai Komisi Perlindungan Anak di Indonesia melakukan tindakan pemisahan anak dari ibunya lebih didasarkan pada upaya perlindungan terhadap anak yang berlandaskan pada UU Perlindungan Anak, karena amanat dari undang-undang tersebut menegaskan bahwa anak harus mendapatkan perlindungan. Dalam pasal 1 dari UU RI Nomor 23 tahun 2002 menjelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Jadi tujuan dari pada tindakan perlindungan terhadap anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Pertanyaan kita adalah apakah tindakan Kak Seto tersebut telah memenuhi kriteria dari perlindungan yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut.
Apabila menyimak pernyataan Kak Seto bahwa perlindungan yang dilakukan adalah melakukan perlindungan khusus, karena anak tersebut mendapat perlakukan tindak kekerasan dari ibunya. Tindak kekerasan yang dilakukan oleh ibu tersebut harus dilakukan pemeriksaan secara obyektif yang berlandaskan pada KUHAP, artinya peran polisi harus dilibatkan dalam kasus ini untuk segera melakukan proses penyidikan. Jadi apabila belum terbukti secara hukum bahwa ibu tersebut melakukan tindak kekerasan maka tindakan yang dilakukan Kak Seto sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hukum. Pemisahaan seorang anak dari ibunya yang dilakukan Kak Seto berarti telah melanggar hak pada setiap anak untuk mendapatkan pengasuhan dari ibunya. Karena pasal 14 dalam UU Perlindungan Anak menjelaskan bahwa pemisahan anak dari ibunya harus ada alasan hukum dan/ atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Alasan hukum yang sah harus dilakukan oleh pihak Kepolisian, tetapi dalam kasus ini pihak Kepolisian belum melakukan pembuktian adanya pelanggaran berupa tindakan kekerasan. Tidak ada alasan hukum dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 bahwa Kak Seto mempunyai kewenangan untuk melakukan perlindungan khusus kepada anak ini dengan cara melakukan pemisahan.
Tindakan pemisahan yang dilakukan oleh Kak Seto juga jelas melanggar pasal 69, bahwa perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan harus dilakukan dengan upaya : a. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi. Mestinya langkah pertama dilakukan oleh Kak Seto adalah memberikan penyuluhan hukum bahwa adanya peraturan perundang-undangan menegaskan adanya perlindungan khusus bagi anak dari tindakan kekerasan. Langkah kedua yang dilakukan adalah melakukan pemantauan terhadap ibu anak tersebut apakah ditemukan adanya tindakan kekerasan, dan apabila ditemukan adanya tindak kekerasan pada anak tersebut maka langkah selanjutnya adalah melaporkan kepada pihak Kepolisian untuk diambil tindakan hukum selanjutnya.
Dimana posisi dari anak tersebut dalam kerangka berpikir dan tindakan dari Kak Seto? Anak tidak ditempatkan pada posisi yang sebenarnya, anak diletakkan pada kepentingan semu dari Kak Seto yang seolah-olah untuk kebaikan dan perkembangan kepribadian si anak. Dengan memisahkan anak dari asuhan seorang ibu tentunya menimbulkan kerugian yang lebih parah bagi kedua pihak yaitu bagi anak dan bagi ibunya. Anak merasakan kehilangan rasa kasih sayang dari seorang ibu yang tentu saja sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak.Perasaan seorang ibu dipermainkan dan kewajiban seorang ibu dicabut oleh hanya seorang pribadi Kak Seto yang seharusnya melalui suatu proses hukum pada peradilan anak.


Keperdulian anak

Anak yang hidup di negeri yang berasaskan idiologi Pancasila tidak mendapatkan hak-hak seperti yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang secara tegas diatur sebanyak 15 pasal tentang hak-hak anak. Undang-undang dibuat dengan sempurna tetapi dalam pelaksanaan belum dilakukan secara konsekuen. Hal ini terbukti banyak kasus anak-anak Indonesia kurang mendapatkan perhatian yang serius dari Negara dan Pemerintah yang diberikan tanggung jawab besar oleh Undang-undang. Elemen masyarakat lainnya jangan terlalu banyak mengharap kepada pemerintah dan negara dengan keterbatasan baik dari aspek dana dan fasilitas fisik serata sumber daya manusia yang kualitasnya masih sangat mementingkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan anak. Pengusaha tidak hanya memikirkan keuntungan yang besar dengan memakai anak sebagai daya tarik produk dagangannya seperti kita lihat pada kasus dagang rumah realestate atau pada produk dagang lainnya. Anak orang msikin justru jumlahnya sangat besar karena kehidupan orang tuanya yang sangat miskin, sangat tidak mungkin kita menuntut banyak dari orang tuanya untuk memberikan hak-hak anak yang layak dalam hidupnya. Pembiaran terhadap kepentingan anak sudah kita lakukan saat ini, hal ini terlihat penataan lingkungan hidup yang layak bagi anak sudah tidak ada lagi di negeri yang kaya ini. Lalu anak yang berkualitas seperti apa yang akan kita dapatkan di masa yang akan datang ?

No comments: