Wednesday 21 October 2009

REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DALAM PERPSEKTIF KEBEBASAN

Reformasi Birokrasi Pemerintahan mulai diembus pada tahun 2008 dalam sebuah kebijakan Menteri PAN yang dituangkan pada Peraturan Menteri Negara PAN Nomor :PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Karena kebijakan ini hanya sebuah pedoman umum, maka setiap instansi pemerintah baik yang berada di pusat maupun di daerah atau dipelosok desa dipersilahkan untuk memahami, menterjemahkan, dan menerapkan sendiri secara bebas dengan kekuatan sumber daya yang sangat terbatas. Kementerian PAN sangat memaklumi hal ini, maka kebijakan tersebut tidak perlu disosialisasikan kepada jajaran aparatur negara yang tersebar dalam otonomi daerah masing-masing. Atau Kementerian PAN sendiri masih bingung dengan rumusan kebijakan yang dibuat sendiri. Bisa jadi bingung karena tidak paham betul dengan rumusan dari reformasi birokrasi karena rumusan ini mungkin dibuat oleh konsultan. Suatu kemungkinan. Kalau dugaan ini salah, maka harus dianggap salah, tetapi kalau dianggap benar, maka anggap saja benar. Atau Kementerian PAN belum melaksanakan reformasi birokrasi secara benar seperti diamanatkan dalam maksud dan tujuan dari kebijakan Pedoman Umum eformasi Birokrasi.

Indah sekali rumusan maksud dan tujuan dari reformasi birokrasi, yaitu merubah maindset, sikap dan perilaku, serta nilai-nlai kerja dari aparatur pemerintah dan birokrasi yang sudah membusuk dan terkontaminasi "limbah beracun" yang bernama korupsi. Penyakit korupsi ini sudah masuk dalam stadium empat harus disembuhkan dengan kebijakan dari Menpan ini. Dengan demikian hasil yang akan dicapai akan lebih baik, seperti yang diharapkan dalam pedoman umum reformasi birokrasi, yaitu birokrasi yang bersih, birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, birokrasi yang transparan, birokrasi yang melayani masyarakat, birokrasi yang akuntabel sehingga terwujud suatu postur aparatur negara yang integritas tinggi, aparatur yang produktifitas tinggi dan bertanggung jawab, dan aparatur negara yang mempunyai kemampuan memberikan pelayanan prima.

Memang masih banyak kalangan masyarakat yang sangat meragukan upaya suci ini dapat terwujud. tentu saja keraguan ini muncul dari kalangan pengamat birokrasi. Pengamat yang tidak menggunakan pemikiran yang kontroversial, berarti bukan seorang pengamat.

Keraguan merubah mindset, skap dan perilaku, serta nilai-nilai kerja birokrasi yang sudah membusuk pada tubuh aparatur negara untuk menjadi lebih baik dan bebas dari korupsi juga datang dari elite politikus. Wajar saja politikus bersikap seperti itu karena politikus itu harus bersikap kritis dan harus melakukan kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan yang notabene dijalankan oleh aparatur pemerintah. Atau memang kehendak dari para politikus bahwa birokrasi pemerintah harus busuk agar demikian orang-orang partai dapat masuk ke dalam birokrasi pemerintahan untuk memimpin dan mendulang 'emas' bagi kepentingan pribadi dan partainya. Birokrasi tetap busuk akan lebih baik.!!

Tetapi bagaimana pandangan dari birokrat pemerintahan sendiri ? Ada beberapa pandangan terhadap reformasi birokrasi, yaitu adanya pandangan yang pro terhdap reformasi birokrasi; ada pandangan yang menolak reformasi, serta ada pandangan yang 'abu-abu'. Pandangan yang 'pro' dilandasi adanya pandangan bahwa birokrasi pemerintah pada semua instansi pemerintah sudah rusak dn busuk sehingga perlu perubahan total dan bila perlu perubahan radikal pada mindset, sikap dan perilaku, serta nilai-nilai kerja. Pandangan ini ada pada kelompok birokrat muda yang belum terkontaminasi dan terjerumus dlam kebusukan penyakit korupsi. Pola pikir birokrat muda ini masih murni dengan idealisme untuk mengabdi bagi kepentingan pemerintah dan rakyat yang sangat mengharapkan pelayanan prima. Hanya saja kelompok ini dipandang sebagai kelompok radikal yang tidak bisa bekerjasama dengan pimpinan karena dianggap sangat membahayakan kedudukan dan kepentingannya untuk meningkatkan kesejahteraan secara ilegal. Kelompok birokrat muda ini dipandang sebagai kelompok reforasi murni karena kelompok yang 'pro' ditemukan juga kelompok yang pro tidak murni. Kelompok pro yang tidak murni hanya setuju kepada program reformasi birokrasi, tetapi tidak mau merubah mindset, sikap dan perilaku, serta nilai-nilai kerja yang sudah busuk. Kelompok ini mempunyai mindset, sikap dan perilaku yang seolah-olah sudah berubah. Kelompok pro yang tidak murni berada pada posisi yang sudah mapan dimana korupsi dan penyalahgunaan wewenang adalah gaya kepemimpinannya. Sayangkan bila jabatan dan wewenanganya tidak dimanfaatkan untuk memperkaya diri. Apakah kelompok ini tidak takut dengan KPK? Tentu saja mereka tidak takut karena KPK hanya organisasi baru dan pemimpinnya tidak paham dan kurang pengalaman dalam melakukan korupsi. Sedangkan kelompok pro yang tidak murni ini lebih berpengalaman dan mempunyai strategi yang komprehensif untuk melakukan korupsi dan melakukan pengamanan dirinya. Harus ada contoh dong, mungkin bisa dilihat pada instansi Kepolisian dalam pengurusan sim dimana banyak calo sim bergentayangan di lingkungan polda daan mogot yang jelas mempunyai jaringan dengan orang dalam untuk mempelancar keluarnya sim dengan harus membayar minimal tiga ratus ribu rupiah tetapi prosedur pembuatan sim tetap dijalankan secara legal. Cantik bukan permainannya, lebih cantik lagi bila masyarakat tidak menggunakan calo tetapi sulit lulus tes tertulis dan praktek. Hem..cantik..cantik.

Nah, kelompok yang tidak setuju reformasi birokrasi menganggap bahwa reformasi birokrasi ini merupakan kendala untuk mencapai impian yang lebih baik mendapat kedudukan yang lebih tinggi yang otamatis kesempatan untuk 'maling' terbuka lebar. Kelompok ini ada yang tegas menolak reformasi tetapi takut mendeklarasikan diri. Tetapi ada kelompok yang menolak reformasi tidak secara terang-terangan karena kedudukan yang 'basah' dan 'empuk' tetapi bibirnya mengucapkan reformasi birokrasi secara sistimatis. Kelompok ini bisa disebut juga sebagai kelompok 'kadal' yang biasanya berada pada posisi mapan.

Sedangkan kelompok 'abu-abu' adalah kelompok birokrat yang tidak perduli dengan kebijakan reformasi karena tidak ada keuntunganya bagi dirinya. disamping mereka berpikir bahwa kebijakan ini hanya sebuah kamuflase saja dan sebuah sandiwara yang dimainkan secara menarik oleh birokrat. Bisa juga kelompok ini adalah kelompok sakit hati karena keinginan untuk mendpatkan jabatan lebih tinggi tidak dapat diraih karena tidak mau ikut bermain dalan aturan permainan seperti DUK (Daftar Urutan Keuangan).

Pelantikan kabinet baru oleh Presiden SBY pada tanggal 22 Okober 2009, menetapkan Kementerian yang mengurus reformasi birokrasi pemerintahan yang diberikan sepenuhnya kepada Menteri PAN. Dari aspek kedudukan Menpan berada dalam posisi yang sama dengan menteri-menteri lain yang memimpin departemen. Sedangkan pembinaan kepegawaian dan birokrasi pada setiap departemen merupakan tanggunjawab masing-masing menteri. Menpan jangan turut campur urusan dapur dari setiap departemen. Jadi sulit untuk lebih efektif bekerjanya Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi Pemerintahan. Presiden harus memberikan wewenang dan kekuasaan yang lebih besar dengan sebuah keputuasan politik diperkuat sebuah keputusan presiden agar menteri tidak merasa malu dan dilangkahi. Hem..mungkin bisa dilakukan. Semoga Reformasi Birokrasi Pemerintahan terwujud dalam capaian waktu lima tahun kedepan. Amin.